Perkembangan Penggunaan Material Beton di Indonesia dari Tahun 1990-an sampai dengan Sekarang

mediarilisnusantara.comĀ – Beton merupakan suatu campuran yang terdiri dari semen, agregat, dan air, serta zat adiktif yang dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat-sifatnya. Sebagai suatu komposit, beton menggabungkan berbagai jenis material batuan yang diikat oleh semen. Pada umumnya beton terdiri dari kurang lebih 15% semen, 8% air, 3% udara, selebihnya pasir dan kerikil.

Masa pengeringan campuran ini berpengaruh langsung terhadap kekuatan beton; semakin lama waktu yang diberikan, semakin keras beton yang akan terbentuk.

Adapun agregat terbagi menjadi dua yaitu agregat halus dan agregat kasar, Agregat halus, yang umumnya berupa pasir, berasal dari proses disintegrasi alami batuan atau dapat juga dihasilkan melalui industri pemecah batu, dengan ukuran partikel kurang dari 5 mm.

Baca Juga: Peringati World Habitat Day, PT. Pegadaian Kanwil IX Jakarta 2 Dan 30.000BUKIT Tanam Terumbu Karang Konservasi Alam Bawah Laut Carita

Sementara itu, agregat kasar, yang biasanya berupa kerikil, juga berasal dari disintegrasi alami batuan atau batu pecah yang diolah oleh industri pemecah batu, dengan ukuran partikel berkisar antara 5 mm sampai 40 mm.

Beton pada Masa Awal tahun 1990

Bahan material beton sudah ada sejak zaman kuno dan mengalami perubahan besar pada awal tahun 1990-an, seiring dengan meningkatnya perannya dalam konstruksi modern. Sejarah beton bisa ditelusuri hingga zaman Romawi, di mana arsitek menggunakan pasir vulkanik yang disebut pozzuolana untuk membuat bahan pengikat batu yang sangat tahan lama.

Baca Juga: PT Pegadaian Kanwil IX Jakarta 2 Luncurkan Program Bantuan Untuk Mushola Darul Fallah Di Pandeglang

Inovasi yang dibawa oleh Romawi ini menjadi dasar bagi perkembangan beton modern, meskipun penggunaannya terbatas karena ketersediaan pozzuolana. Dengan diperkenalkannya semen portland pada awal abad ke-19, beton menjadi lebih mudah diakses dan lebih fleksibel, yang mendorong kemajuan dalam teknik konstruksi. Memasuki tahun 1990-an, kemajuan teknologi beton menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap ketahanan dan keberlanjutan lingkungan.




Di Indonesia, beton berkualitas tinggi dengan kekuatan tekan rata-rata 85 MPa pertama kali berhasil diproduksi di laboratorium pada tahun 1990. Proses ini melibatkan penggunaan bahan tambah superplastisizer dan menghasilkan nilai slump hingga 15 cm. Campuran beton yang dihasilkan mengandung semen sebanyak 480 kg/怖”cm” 怗^”2″ dan memiliki faktor air semen (fas) sebesar 0,32. Namun, di lapangan, realisasi maksimal yang dicapai baru sekitar 80% dari target, yaitu setara dengan 60 MPa.

Perkembangan Material Beton di Awal tahun 2000-an

Pada awal tahun 2000-an, Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan dalam bidang teknologi beton, terutama terkait dengan meningkatnya penggunaan beton pracetak. Beton pracetak merupakan elemen beton yang dapat dilengkapi atau tidak dengan tulangan, yang diproduksi terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi struktur bangunan. Selain itu, beton ini juga dapat dicor di lokasi yang bukan merupakan posisi akhir dalam sistem struktur.

Proses pembuatan beton pracetak dilakukan secara massal dan berulang. Elemen-elemen beton pracetak yang dihasilkan di pabrik kemudian disambungkan di lokasi konstruksi untuk membentuk struktur yang utuh. Pabrikasi beton pracetak dapat dilakukan di lokasi proyek atau di perusahaan industri yang khusus memproduksi beton pracetak, dengan metode penegangan yang dapat dilakukan sebelum pengecoran (pre-tension) atau setelah pengecoran (post-tension).

Baca Juga: Jokowi: Pindah Ibu Kota Perlu Waktu, Nggak Usah Dikejar-Kejar

Terdapat beberapa jenis komponen beton pracetak yang umum digunakan dalam struktur bangunan gedung dan konstruksi lainnya, antara lain:

  1. Tiang pancang.
  2. Pile sheet dan dinding diapragma.
  3. Slab setengah padat, slab inti berongga, slab single-T, double-T, triple-T, slab saluran, dan lain-lain.
  4. Balok beton pracetak serta balok beton pratekan pracetak (PC I Girder).
  5. Kolom beton pracetak untuk satu lantai atau beberapa lantai.
  6. Panel dinding yang terdiri dari komponen solid, bagian dari single-T atau double-T. Dinding tersebut dapat berfungsi sebagai dinding penahan beban (shear wall) atau tidak.
  7. Jenis komponen pracetak lainnya, seperti tangga, balok parapet, panel penutup, dan unit beton pracetak lainnya sesuai dengan kebutuhan atau imajinasi insinyur sipil dan arsitek.

Perkembangan Material Beton Zaman Moderen

Baca Juga: Bilah Terakhir Kepala Garuda Kantor Presiden Di IKN, Berhasil Dengan Dipasang Sempurna

Menurut data dari Asosiasi Semen Indonesia, kapasitas produksi semen di Indonesia terus meningkat dengan pesat, mencapai 116,8 juta ton saat ini. Selain itu, konsumsi semen di dalam negeri juga tumbuh, mencapai sekitar 54% atau sekitar 63 juta ton. Perkembangan material beton di Indonesia di era modern meliputi:

  • Ā Fiber-reinforced Concrete

Fiber-reinforced Concrete merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan material dalam pembangunan infrastruktur. Untuk mengurangi beban mati serta meningkatkan efisiensi dan mengurangi dimensi dalam perencanaan struktur bangunan, dikembangkan lapisan stay in place formwork yang menggunakan beton ringan yang diperkuat dengan serat. Serat yang digunakan merupakan kombinasi antara polypropylene (PPF) dan serat baja (SF) dalam Hybrid Fiber-Reinforced Lightweight Concrete (HyFRLWC).

Baca Juga: Pembangunan Observatorium Nasional Timau Hampir Rampung 2023

Serat baja berperan dalam mendistribusikan retakan besar yang diakibatkan oleh gaya eksternal, sedangkan serat polypropylene berfungsi untuk menunda munculnya retakan kecil, meningkatkan kekuatan tarik serat baja, dan mencegah kerusakan mendadak. Inovasi material dengan penambahan serat ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan lentur dan daktilitas, sehingga dapat memperpanjang umur pakai material tersebut.

  • Ā Self-Compacting Concrete (SCC)

Beton Self-Compacting (SCC) merupakan inovasi dalam dunia konstruksi yang memiliki kemampuan untuk mengalir dan memadat secara otomatis akibat bobotnya. Dalam upaya meningkatkan daya tahan beton serta mengurangi konsumsi semen, penambahan fly ash sebagai bahan aditif dan serat dari limbah botol polyethylene (PET) menjadi penting dalam proses pembuatan SCC.

Baca Juga: Janur Kuning Dan Tanaman Hijau Menghiasi Gedung MPR/DPR Sebelum Pelantikan



Inovasi beton yang berorientasi pada lingkungan melalui teknologi beton bertulang serat dapat memperpanjang masa pakai infrastruktur dan meningkatkan ketahanan material beton. SCC juga berkontribusi pada efisiensi penggunaan bahan dengan memanfaatkan bahan tambahan yang berasal dari limbah. Kedua teknologi ini menunjukkan potensi untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya, energi, dan biaya, yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Pengembangan ini dapat menjadi langkah awal dalam pencarian teknologi yang lebih baik untuk pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.

  • Ā Beton berteknologi tinggi

Beton berteknologi tinggi merupakan jenis beton yang dirancang dengan komposisi bahan yang optimal, pemanfaatan aditif tertentu, serta metode produksi yang modern. Tujuan dari pengembangan beton ini adalah untuk mencapai performa yang superior dalam berbagai aspek, termasuk kekuatan tekan yang tinggi, kemampuan menahan beban berat, ketahanan terhadap kondisi lingkungan, serta daya tahan yang lama.



(Tea)