JAKARTA, mediarilisnusantara.com – Harga emas dunia mengalami penurunan di tengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan prospek kebijakan moneter yang lebih hati-hati dari The Federal Reserve (The Fed). Diperkirakan, harga emas akan mengalami volatilitas dalam pekan ini seiring dengan pengumuman inflasi AS yang akan datang. Pada perdagangan Jumat (8/11/2024), harga emas spot turun 0,8% menjadi US$ 2.684,03 per troy ons, sementara harga emas berjangka AS ditutup 0,4% lebih rendah di US$ 2.694,80 per troy ons. Pada Senin (11/11/2024) pukul 06.33 WIB, harga emas dunia masih melemah 0,03% menjadi US$ 2.682,99 per troy ons.
Pelemahan harga emas dipicu oleh penguatan dolar AS yang terjadi akibat ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat dari The Fed dan tingginya proyeksi inflasi. Meskipun inflasi AS bulan lalu relatif stabil, pasar masih memperhitungkan kemungkinan inflasi jangka panjang, terutama jika kebijakan ekspansif pemerintahan Trump dapat mendorong kenaikan harga lebih lanjut. Kemenangan Donald Trump diyakini akan meningkatkan inflasi AS karena fokusnya pada perbaikan ekonomi domestik. Data inflasi AS dijadwalkan diumumkan pada Rabu (13/11/2024).
Indeks dolar AS menguat ke level 105,03 pada Senin (11/11/2024), setelah sebelumnya sempat turun ke level 104. Penguatan ini berdampak negatif terhadap harga emas karena pembelian emas yang dilakukan dalam dolar menjadi lebih mahal, sehingga mengurangi minat pembelian. Emas mencatat penurunan mingguan sebesar 1,8% pada pekan lalu, penurunan terbesar dalam lima bulan terakhir, dengan indeks dolar AS (DXY) menguat 0,6% selama periode tersebut.
Baca Juga: Saham Fortune Indonesia Tbk Melonjak 15,23% Ke Level Tertinggi Sepanjang Masa
Selain itu, hasil pemilu AS yang membawa kemenangan Donald Trump juga memberikan tekanan tambahan pada harga emas. Kemenangan ini menciptakan sentimen risk-on di pasar, mendorong investor untuk beralih dari logam mulia ke aset-aset berisiko seperti saham dan sektor industri domestik yang diharapkan mendapatkan manfaat dari kebijakan pro-pertumbuhan Trump. Venu Krishna, Kepala Strategi Barclays, menyatakan bahwa optimisme terhadap deregulasi dan pemangkasan pajak semakin mendukung sektor industri.
Baca Juga: Menyederhanakan Pajak: PMK ‘Omnibus’ Perpajakan Resmi Diterbitkan
Keputusan The Fed untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Kamis (7/11/2024) juga menjadi sorotan utama. Meskipun suku bunga dipangkas, Ketua Jerome Powell menegaskan bahwa pendekatan ke depan akan lebih hati-hati dan berbasis data. Investor memperkirakan ada kemungkinan penurunan suku bunga berikutnya pada akhir tahun ini dengan peluang sekitar 80% menurut CME FedWatch Tool.
Sebagai aset tanpa imbal hasil, harga emas sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga. Penurunan suku bunga dapat mengurangi daya tarik investasi di emas. Namun, Alex Ebkarian dari Allegiance Gold menunjukkan bahwa inflasi AS yang stabil dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter The Fed tetap mendukung daya tarik emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi.
Baca Juga: Dari Harapan Ke Kenyataan: Kerugian Besar Yang Menimpa Jaya Agra Wattie
Permintaan fisik emas di beberapa negara Asia juga menunjukkan tren melemah. Di India, harga emas yang tinggi berdampak negatif pada pasar fisik selama musim festival, sementara permintaan di Jepang dan Singapura menunjukkan sedikit peningkatan. Hal ini mencerminkan pergeseran preferensi investor menuju aset-aset yang dianggap lebih stabil di tengah ketidakpastian global.
Ke depan, perhatian investor akan tertuju pada data ekonomi AS seperti Producer Price Index (PPI), yang diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Jika data menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, peluang penurunan suku bunga bisa menyusut dan memberikan tekanan tambahan pada harga emas. Meskipun ada potensi inflasi tinggi ke depan, beberapa analis memperingatkan bahwa penguatan dolar AS saat ini bisa terus menekan harga emas dalam jangka pendek.
(Tea)