Jakarta, mediarilisnusantara.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) buka suara soal adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas dugaan fraud dalam proses penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).
Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengonfirmasi bahwa ia telah memperoleh informasi mengenai pemeriksaan tersebut. Namun, ia enggan untuk memberikan komentar lebih lanjut mengenai isu tersebut.
“Tahu saya, kalau detailnya tanya Pak Nyoman,” ungkap Iman ketika ditemui wartawan di Gedung BEI, Senin, (14/10/2024).
Baca Juga: Blibli Menggelar Private Placement Dengan Menerbitkan 9,4 Miliar Saham Baru
Sebagaimana yang telah diketahui, I Gede Nyoman Yetna adalah individu yang dirujuk oleh Iman. Ia menjabat sebagai Direktur Penilaian Perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebuah posisi yang memiliki tanggung jawab dalam merumuskan peraturan terkait pencatatan dan penghapusan efek.
CNBC Indonesia telah berusaha menghubungi pihak terkait serta pihak Bareskrim, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan yang diterima.
Sebelumnya, telah beredar surat yang menginformasikan tentang penemuan pelanggaran yang dilakukan oleh lima oknum karyawan BEI. Pelanggaran tersebut terkait dengan permintaan imbalan dan gratifikasi atas jasa pencatatan saham perdana. Informasi tersebut telah menyebar di kalangan pasar modal.
Baca Juga: Bank Indonesia: Utang Luar Negeri Indonesia Agustus 2024 Terkendali Di Tengah Pelemahan Dolar AS
Fenomena ini menunjukkan peningkatan ketertarikan dan perhatian para pelaku di industri. Dalam surat tersebut, terdapat pernyataan bahwa oknum karyawan tersebut terlibat dalam pengambilan keputusan terkait proses penerimaan calon emiten, sehingga sahamnya dapat terdaftar dan diperdagangkan di bursa.
Praktik tidak etis yang dilakukan oleh oknum karyawan di perusahaan tersebut dilaporkan telah berlangsung selama beberapa tahun, melibatkan sejumlah emiten yang kini terdaftar di bursa. Imbalan uang yang terlibat berkisar dari ratusan juta hingga miliaran rupiah per emiten.
Melalui praktik terorganisir ini, dilaporkan bahwa para oknum tersebut telah membentuk suatu perusahaan penyedia jasa penasihat. Saat dilakukan pemeriksaan, ditemukan akumulasi dana yang mencapai sekitar Rp 20 miliar.
Manajemen BEI pun membenarkan terkait pemberitaan yang beredar di masyarakat bahwa telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan. Namun, oknum tersebut telah dipecat sesuai dengan aturan yang berlaku.
(Tea)